Sabtu, 21 November 2009

Artikel Maros

Maros lokasi seribu gua. Beberapa waktu yang lalu teman-teman dari BRAMATALA mengadakan kegiatan Adventure Season di daerah tersebut. Walaupun tujuannya adalah menyusuri beberapa gua akan tetapi temen-teman Bramatala juga melakukan Sosiologi Pedesaan terhadap penduduk setempat. Berikut ini informasi tentang maros dan sejarah beberapa gua (untuk artikel penelusuran dapat dilihat disini) yang dapat dihasilkan oleh teman-teman Bramatala. Cekedot....... akh.....

Kabupaten Maros adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di kota Maros. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.619,12 km² dan berpenduduk sebanyak ± 250.000 jiwa. Kabupaten Maros terdiri atas beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Batimurung, Camba, Cerana, Lau, Mallwa, Mandai, Maros Bari, Maros Utara, Marusu, Moncongloe, Simbang, Tanralili, Tompu Bulu, dan Turikale. Suku yang berada di provinsi ini yaitu Makassar, Bugis, Toraja dan Mandar. Tim melakukan pendataan sosiologi pedesaan dengan warga sekitar mengenai mata pencaharian warga, agama, adat istiadat, pendidikan dan sejarah tentang gua. Adapun rumah warga yang kami jadikan sebagai tempat tinggal dan basecamp yaitu rumah Ibu Siti dan Pak Sulaeman.


Mata pencaharian
Pada umumnya mata pencaharian yang terletak di Dusun Patunuang, Kelurahan Samanggi, Kecamatan Simbang adalah bertani, diantaranya ada yang menanam coklat, menanam kacang,dan menanam padi. Selain bertani warga sekita juga beternak sapi dan ayam, sehingga pertumbuhan ekonomi di sekitar desa tersebut tergolong baik. Kepala keluarga dan para remaja pada umumnya bekerja sebaga buruh di Kota Maros, namun para perempuan khususnya ibu rumah tangga pada pagi hari pergi ke ladang mereka untuk bertani, ketika panen tiba hasil dari pertanian tersebut dikonsumsi untuk sendiri dan ada pula yang dijual sebagai tambahan penghasilan. Di desa ini sangat mudah sekali didapat beras sehingga sangat murah harganya. Rata-rata tiap warga mempunyai sapi sebanyak 3 sampai 15 ekor.

Pendidikan
Tingkat pendidikan yang terletak di Dusun Patunuang, Kelurahan Samanggi Kecamatan Simbang tergolong baik, karena pada umumnya warga sekitar sudah mulai menyadari pentingnya pendidikan. Rata-rata orang tua dari warga berpendidikan hingga Sekolah Dasar bahkan ada yang tidak sekolah, namun setelah warga menyadari pentingnya pendidikan, anak-anak mereka bersekolah hingga tingkat SMA / Aliyah, bahkan ada yang melanjutkan sampai perguruan tinggi. Sekolah yang diminati disana adalah sekolah yang ada unsur islamnya yang disebut Aliyah setingkat dengan SMA. Pada pagi hari anak-anak dan remaja pergi untuk bersekolah dan setelah pulang mereka membantu orang tuannya untuk bertani dan beternak. Ketika sore menjelang anak-anak melanjutkan sekolah keagamaan di sekitar desa tersebut.

Agama
Agama yang dianut oleh masyarakat sekitar pada umunya adalah agama islam, mereka sangat patuh dan taat terhadap ajaran agama Islam, pada sore hari anak-anak belajar ilmu agama di pengajian setempat, namun masih ada yang menganut kepercayaan terhadap leluhur, biasanya mereka memberikan sesaji terhadap leluhurnya, namun hal tersebut telah banyak dilarang oleh pemerintah setempat, karena hal tersebut mendekatkan pada kemusyrikan bagi yang beragama islam, hal ini dibuktikan dengan adanya himbauan yang berupa plang di pinggir jalan dan yang melanggar dikenakan sangsi. Ada juga yang beragama islam tetapi masih mempunyai kepercayaan terhadap arwah nenek moyang.

Adat Istiadat
Pada umunnya warga yang terletak di Dusun Patunuang, Kelurahan Samanggi, Kecamatan Simbang adalah suku Bugis, kebanyakan penduduk sekitar tidak begitu memegang adat istiadat, hanya acara-acara tertentu saja yang masih melakukan acara adat contohnya pernikahan yang di iring-iringkan ke tiap desa. Ada pula kebiasaan yang sangat dilarang di desa tersebut yaitu minum balo (sejenis tuak) yang dapat memuat orang mabuk. Adat isitiadat setempat sudah banyak ditinggalkan jika ada yang bertentangan dengan norma agama.

Sejarah Tentang Gua
Kawasan Taman Nasional Bantimurung, Bulusaraung, merupakan cagar alam yang dilindungi, karena memiliki keanekaragaman hayati dan banyaknya ditemukan gua-gua yang merupakan situs purbakala. Gua-gua yang terletak di Kabupaten Maros Sudah diketahui sejak lama oleh penduduk dan masih banyak juga yang belum diketahui. Kawasan kars tersebut dipopulerkan oleh orang-orang Francis di negaranya, karena memiliki keindahan gua yang menarik dan mempunyai ciri khas tertentu. Saat ini pemerintah sekitar sudah mulai memperhatikan kawasan tersebut untuk dijadikan tempat wisata, dan pemerintah sedang mempersiapkan sumber daya manusia untuk dapat mengelola kawasan karst tersebut secara arif dan bijaksana. Ketika dulu warga sekitar jarang sekali masuk gua karena mereka berkeyakinan di dalam gua terdapat ular besar, namun adapula warga sekitar yang memanfaatkan gua tersebut untuk kepentingan pribadi, seperti mengambil sarang burung walet. Adapun gua yang ditelusuri yaitu :
Gua Lantang Huu
Warga setempat sudah mengetahui sejak lama keberadaan gua tersebut, mereka menyebutnya lantang huu lubang yaitu lubang yang mengecil. Lantang artinya lubang dan huu artinya yang mengecil.
Gua Latif
Dinamakan Gua Latif karena, pada saat ada orang Francis datang ke tempat tersebut dan meminta diantar oleh Pak Latif, sehingga orang Francis itu memberi nama Gua Latif, dan hingga saat ini gua tersebut dikenal dengan nama Gua Latif.
Gua Saloaja
Dinamakan Gua Saloaja karena gua tersebut merupakan aliran air sungai. Saloaja diambil dari kata yang namanya salo yang artinya sungai.
Gua Sulaeman
Dinamakan Gua Sulaeman karena, gua tersebut terletak di belakang rumah Pak Sulaeman, sehingga warga sekitar menyebutnya Gua Sulaeman.
Gua Saripa
Dinamakan Gua Saripa karena saripa adalah nama seorang putri raja yang akan dinikahkan tetapi putri itu tidak mau dinikahkan, maka dia lari ke gua itu dan menetap sampai meninggal. Sehingga warga sekitar menyebutnya Gua Saripa.

1 komentar:

admin_marospost mengatakan...

izin copy ke blog maros post